Resume Pertemuan XI KBMN PGRI Gelombang 31

Pada Senin malam yang tenang di sebuah desa kecil, diadakanlah sebuah pertemuan istimewa yang dihadiri oleh para pecinta sastra dan penulis muda. Pertemuan ini  adalah pertemuan ke-11 yang diselenggarakan oleh komunitas literasi KBMN PGRI Gelombang 31, dengan narasumber yang sangat dinantikan, Bapak Sudomo, SPT., dan dipandu oleh moderator Bapak  Ahmad Soleh. Materi yang dibahas malam itu adalah "Kiat Menulis Cerita Fiksi," dan pertemuan dimulai tepat pukul 19.00.

Bapak Sudomo membuka sesi dengan memperkenalkan empat alasan utama mengapa menulis cerita fiksi adalah kegiatan yang sangat bermanfaat. Pertama, beliau menjelaskan bahwa cerita fiksi sering diminta dalam asesmen ketuntasan minimal di berbagai tingkat pendidikan, membuat keterampilan menulis fiksi menjadi penting untuk dikuasai oleh siswa. Kedua, menulis fiksi memungkinkan penulis untuk mengeksplorasi imajinasi dan kreativitas tanpa batas. Ketiga, melalui fiksi, penulis dapat menyampaikan pesan-pesan  dan menemukan passion menulis. Keempat, menulis fiksi memberikan kepuasan emosional dan menjadi sarana untuk meluapkan perasaan dan penyembuhan.

Setelah itu, Bapak Sudomo melanjutkan dengan menjelaskan syarat-syarat menulis cerita fiksi yang baik. Menurutnya, seorang penulis diantaranya harus memiliki pemahaman mendalam tentang tema yang akan diangkat, kemampuan mengembangkan karakter yang kuat dan menarik, serta keterampilan dalam membangun alur cerita yang logis dan memikat. Penulis juga harus mampu menciptakan setting yang mendukung cerita dan dialog yang natural.

Berikutnya, diskusi beralih ke bentuk-bentuk cerita fiksi. Bapak Sudomo menjelaskan bahwa cerita fiksi bisa berbentuk novel,novellet,  cerpen, novella,  flash fiction dan fiksimini. Masing-masing bentuk memiliki karakteristik dan tantangan tersendiri. Novel biasanya memiliki alur yang lebih kompleks dan karakter yang lebih berkembang, sementara cerpen lebih fokus pada satu peristiwa atau karakter saja. Novella berada di antara novel dan novellet dalam hal panjang dan kompleksitas, sedangkan flash fiction menantang penulis untuk menyampaikan cerita dalam jumlah kata yang sangat terbatas.

Tidak ketinggalan, Bapak Sudomo juga menguraikan unsur-unsur pembangun cerita fiksi, diantaranya  tema, premis, karakter, alur, setting, dan sudut pandang. Tema adalah ide pokok yang ingin disampaikan penulis. Karakter adalah tokoh-tokoh yang hidup dalam cerita. Alur adalah rangkaian peristiwa yang membentuk cerita. Setting adalah latar tempat dan waktu di mana cerita berlangsung. Gaya bahasa mencakup pilihan kata dan cara penyampaian yang digunakan penulis.Bapak Sudomo lebih banyak menjelaskan tentang premis dalam sebuah cerita fiksi. 

Premis adalah inti dari cerita. Ini adalah pernyataan sederhana yang mengungkapkan apa yang akan terjadi dalam ceritamu. Premis menjawab pertanyaan ‘Apa yang akan terjadi jika...’ dan memberikan gambaran jelas tentang konflik utama dan tujuan tokoh dalam cerita”

Premis ini memberikan arah dan fokus bagi cerita. premis adalah fondasi yang kuat untuk memulai cerita. Dengan premis yang jelas, penulis bisa mengembangkan plot, karakter, dan konflik dengan lebih terarah.Premis adalah jantung cerita. Begitu penjelasan Pak sudomo.

Dalam sesi berikutnya, Bapak Sudomo memberikan beberapa kiat menulis cerita fiksi. Ia menyarankan agar penulis selalu membaca banyak karya fiksi untuk mendapatkan inspirasi dan memahami teknik penulisan yang berbeda. Selain itu, penting bagi penulis untuk rutin menulis dan tidak takut melakukan revisi. Menulis dalam suasana yang nyaman dan tanpa gangguan juga bisa meningkatkan produktivitas dan kualitas tulisan. Bapak Sudomo juga mengingatkan pentingnya meminta feedback dari pembaca atau sesama penulis untuk memperbaiki karya.

Bapak Sudomo kemudian menceritakan pengalamannya tentang proses kreatif menulis cerita fiksi. Ia mengungkapkan bahwa proses ini dimulai dari ide yang bisa datang dari mana saja, kemudian berkembang menjadi konsep cerita. Setelah itu, penulis membuat kerangka cerita yang berisi garis besar alur dan pengembangan karakter. Proses ini dilanjutkan dengan menulis draf pertama, yang kemudian direvisi berkali-kali hingga menjadi karya yang siap dibaca.

Pada akhir sesi banyak yang bertanya tentang apa dan bagaimana menulis cerita fiksi.  Sekitar pukul 21.00, para peserta merasa terinspirasi dan mendapatkan banyak ilmu baru tentang menulis cerita fiksi. Bapak Sudomo menutup pertemuan dengan pesan bahwa menulis adalah perjalanan yang penuh tantangan, tetapi juga penuh dengan kepuasan dan kegembiraan. Malam itu, mereka pulang dengan semangat baru untuk menulis dan berkarya, siap untuk mengeksplorasi dunia fiksi yang tak terbatas.








Komentar

Postingan populer dari blog ini

MATA HARI, SEBUAH LUKISAN

EVOLUSI GENETIK

Resume Pertemuan 10 KBMN PGRI 31